Dewan Main Domino, Rakyat Kirim Karangan Bunga: Kudus Punya Wakil, Tapi Tak Punya Malu

KUDUS, SAPUJAGAD.NETDemokrasi lokal kembali dipermalukan. Seorang anggota DPRD Kabupaten Kudus berinisial S kedapatan tengah larut dalam “rapat malam khusus”—bukan di kantor dewan, melainkan di sebuah warung kopi gelap di Desa Karangrowo, Kecamatan Undaan. Agenda malam itu? Bukan menyusun rencana pembangunan, melainkan berjudi domino bersama empat orang lainnya.

Penggerebekan berlangsung Sabtu dini hari (20/7) pukul 00.30 WIB. Tim Satreskrim Polres Kudus bergerak cepat setelah menerima laporan dari masyarakat yang muak dengan maraknya praktik judi di ruang publik.

“Kami menerima laporan lewat media sosial dan hotline Lapor Pak Kapolres. Setelah ditindaklanjuti, tim langsung menggerebek lokasi,” ujar Kapolres Kudus AKBP Heru Dwi Purnomo dalam konferensi pers, Senin (21/7), dikutip dari jateng.jpnn.com.

Barang bukti yang diamankan di tempat kejadian memotret ironi yang telanjang: satu set kartu domino, tiga set cadangan, selembar banner untuk alas permainan, dan uang tunai Rp1.025.000. Seolah sistem representasi rakyat ini begitu murah nilainya—cukup sejuta rupiah dan selembar banner untuk membuat wakil rakyat lupa etika.

Legislatif, Legalisir atau Legendaris Judi?

Yang lebih menggelitik: S adalah anggota DPRD aktif. Jabatan publik yang seharusnya dihormati berubah jadi bahan tertawaan publik. Lima pelaku, termasuk S, kini telah ditetapkan sebagai tersangka dan dijerat Pasal 303 KUHP tentang perjudian dengan ancaman hukuman maksimal 10 tahun penjara.

“Kelima pelaku sudah ditahan dan diproses sesuai hukum yang berlaku,” tegas Kasat Reskrim AKP Danail Arifin.

Sayangnya, ini bukan pertama kalinya dewan diciduk dalam skandal moral. Tapi berbeda dari biasanya, kali ini masyarakat tak tinggal diam atau sekadar mengeluh di warung tetangga. Warga justru mengirimkan karangan bunga ke Mapolres Kudus, isinya bukan ucapan duka, melainkan terima kasih atas kesigapan aparat memberantas “penyakit masyarakat”.

Muncul pertanyaan mendasar, berapa banyak lagi wakil rakyat yang harus tertangkap tangan sebelum institusi ini mulai membersihkan dirinya? Ataukah kita sudah terlalu biasa melihat skandal dan malah menganggapnya sebagai bagian dari ‘keseharian demokrasi’ (Red/01)

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *