BLORA, SAPUJAGAD.NET : Blora adalah potret dilema klasik: sumur rakyat menjadi tumpuan ekonomi, tetapi juga sumber bencana. Negara kini dituntut membuat pilihan yang tegas, membiarkan rakyat terus menjadi korban, atau menghadirkan solusi regulasi yang melindungi keselamatan sekaligus memberi kepastian ekonomi.
Tidak ada waktu lagi untuk menunda. Empat nyawa yang melayang di Gandu adalah pengingat keras bahwa minyak rakyat tak boleh lagi menjadi kuburan rakyat. Api yang melahap sumur minyak rakyat di Dukuh Gendono, Desa Gandu, Kecamatan Bogorejo, Kabupaten Blora, kini telah merenggut tiga korban jiwa.

Dua warga lainnya masih berjuang hidup dengan luka bakar serius di ruang perawatan intensif RSUD Dr. Sardjito Yogyakarta. Peristiwa ini bukan sekadar musibah, tetapi alarm keras tentang bahaya pengeboran minyak ilegal yang selama ini dibiarkan tumbuh tanpa kendali di Blora.
Wakapolda Jawa Tengah, Brigjen Pol. Latif Usman, menegaskan praktik pengeboran minyak rakyat tanpa izin resmi adalah ancaman serius. “Keselamatan masyarakat harus diutamakan. Jangan hanya ingin mendapatkan keuntungan besar tapi mengabaikan nyawa,” tegasnya saat meninjau lokasi kebakaran.
Ia menambahkan, Polres Blora bersama Kodim dan pemerintah daerah diminta memperketat pengawasan. Edukasi ke masyarakat akan dijalankan, namun jika masih ada yang membandel, penindakan hukum tidak bisa dihindari.
Regulasi Ada, Tapi Praktik Liar Jalan Terus
Kementerian ESDM menyebut, regulasi sebenarnya sudah jelas: UU Migas Nomor 22 Tahun 2001, Permen ESDM Nomor 1 Tahun 2008, hingga Permen ESDM Nomor 14 Tahun 2025. Izin pengelolaan tidak boleh perorangan, hanya bisa melalui badan usaha seperti BUMD, KUD, atau UMKM.
Namun fakta berbicara lain: Bupati Blora menyebut ada 4.000 pengajuan rekomendasi izin, mayoritas individu, yang nyatanya rawan disalahgunakan. Ketidakpastian legalisasi inilah yang kerap mendorong warga tetap menggali sumur dengan cara tradisional yang berisiko tinggi.
Ketua Komisi A DPRD Blora, Supardi, menilai pemerintah harus hadir lebih serius.“Praktik pengeboran yang tidak sesuai standar keselamatan harus segera ditertibkan. Tapi rakyat juga perlu solusi legalisasi, bukan hanya penertiban sepihak,” ujarnya.
DPRD menyalurkan bantuan logistik ke pengungsian, tetapi Supardi menegaskan tragedi ini adalah harga mahal akibat kelalaian negara menata sektor sumur rakyat.
Warga Kehilangan Harapan
Ratusan warga kini mengungsi, meninggalkan rumah yang terancam bahaya. Jari, warga Gandu, mengaku bingung setelah mata pencaharian mereka hangus bersama kobaran api.
“Mudah-mudahan ada pendampingan lanjutan, jangan sampai kami ditinggalkan setelah tragedi ini,” katanya.
Jalan Panjang Penertiban
Kasus Gandu memperlihatkan dilema besar: di satu sisi, ribuan warga Blora menggantungkan hidup pada sumur rakyat; di sisi lain, praktik tanpa standar keselamatan adalah bom waktu yang siap meledak kapan saja.
Negara kini dituntut hadir bukan hanya dengan larangan, tetapi juga mendesain mekanisme legal yang jelas, aman, dan berpihak pada rakyat. Tanpa itu, tragedi Gandu hanyalah awal dari bencana-bencana berikutnya di ladang minyak rakyat Blora. (Red/@bangsar25)
Leave a Reply