Bisnis

Sritex Pailit,Tiga Bank Daerah Terancam

Catatan : Redaksi Sapujagad

Kepailitan PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), raksasa industri tekstil Indonesia, telah mengguncang dunia perbankan. Tiga bank daerah – Bank BJB, Bank Jateng, dan Bank DKI – kini berhadapan dengan realitas pahit: tagihan utang yang mencapai Rp1,36 triliun berisiko tak terbayar.

Laporan investigasi yang dikutip Sapujagad.Net menemukan adanya ketidaksesuaian data antara jumlah utang yang diajukan bank dengan yang tercatat dalam laporan keuangan Sritex. Pertanyaannya: bagaimana bisa bank daerah memberikan kredit sebesar itu tanpa mitigasi risiko yang kuat?

Dokumen internal yang kami peroleh menunjukkan bahwa Bank BJB memberikan pinjaman terbesar, senilai Rp671,7 miliar, diikuti oleh Bank Jateng Rp502,7 miliar, dan Bank DKI Rp185,6 miliar.

Namun, sumber kami dari lingkungan perbankan mengungkapkan bahwa struktur pemberian kredit ini memiliki celah besar : Pertama Minimnya jaminan aset yang likuid – Sebagian besar pinjaman didasarkan pada laporan keuangan Sritex, bukan pada agunan konkret.

Kedua : Penilaian risiko yang lemah – Kredit diberikan dalam jumlah besar tanpa mempertimbangkan potensi gagal bayar akibat utang Sritex yang sudah menumpuk sejak 2020.

Ketiga : Pengaruh politik, Ada indikasi bahwa kebijakan kredit ini didorong oleh faktor di luar pertimbangan bisnis murni.

Seorang mantan pejabat di salah satu bank daerah yang enggan disebutkan namanya mengatakan:

Sejak awal, ada tekanan untuk mendukung perusahaan ini karena dianggap sebagai pemain besar dalam industri tekstil nasional. Tapi analisis risiko tampaknya tidak menjadi prioritas.”

Masuk Kategori Kreditor Konkuren?

Dalam kasus kepailitan, ada beberapa jenis kreditur:Kreditor separatis – Mereka yang memiliki jaminan aset, seperti bank yang memegang hak tanggungan atau fidusia.

Kreditor preferen – Kreditur dengan hak istimewa, seperti pajak atau upah karyawan. Kreditor konkuren – Kreditur yang tidak memiliki hak khusus dan hanya mendapat pembayaran dari sisa likuidasi.

Tiga bank daerah ini masuk sebagai kreditor konkuren, yang berarti mereka berada di urutan terakhir dalam antrean pembayaran. Mengapa mereka tidak masuk sebagai kreditor separatis?

Menurut analisis kami, ada dua kemungkinan: Pertama :Bank tidak mengamankan aset Sritex sebagai jaminan yang kuat.

Kedua : Ada celah dalam perjanjian kredit yang membuat posisi mereka lemah dalam proses kepailitan.

Seorang pakar hukum kepailitan dari Universitas Indonesia mengatakan: “Kesalahan utama bank adalah tidak memastikan bahwa mereka memiliki hak tanggungan yang jelas. Jika mereka hanya bergantung pada laporan keuangan perusahaan, maka saat perusahaan bangkrut, tagihan mereka menjadi prioritas paling akhir.”

Dampaknya bagi Bank Daerah?

Dengan total tagihan lebih dari Rp1,36 triliun yang berisiko tak terbayar, dampaknya bisa sangat besar: seperti Kerugian besar dalam laporan keuangan. Bank kemungkinan harus menghapus sebagian besar tagihannya sebagai kerugian.

Kenaikan kredit macet (NPL) – Non-Performing Loan (NPL) akan melonjak, yang bisa mempengaruhi likuiditas dan kepercayaan nasabah.

Dampak terhadap keuangan daerah – Bank ini dimiliki oleh pemerintah daerah, sehingga jika mereka mengalami kerugian besar, APBD bisa terdampak.

Seorang analis keuangan dari salah satu firma investasi mengatakan:

Jika tidak ada langkah mitigasi yang cepat, ketiga bank ini bisa mengalami gangguan likuiditas yang serius. Ini juga bisa berdampak pada perekonomian daerah yang bergantung pada bank-bank tersebut.”

Ada Indikasi Korupsi?

Dalam penyelidikan lebih lanjut, kami menemukan bahwa Bank BJB sebelumnya pernah terseret kasus korupsi dalam pengadaan iklan yang menyebabkan kerugian negara ratusan miliar rupiah. Apakah ada kemungkinan kasus serupa terjadi dalam pemberian kredit ke Sritex?

Seorang sumber di lingkungan penegak hukum mengatakan bahwa pihaknya tengah mengumpulkan bukti terkait kemungkinan adanya praktik tidak wajar dalam pemberian kredit ini. Jika terbukti ada unsur korupsi atau penyalahgunaan wewenang, maka kasus ini bisa berkembang menjadi skandal besar di dunia perbankan

Kasus ini menjadi peringatan serius bagi bank-bank daerah untuk lebih berhati-hati dalam memberikan kredit, terutama kepada perusahaan besar yang memiliki riwayat utang tinggi. Beberapa pelajaran penting dari kasus ini:

Bank harus lebih selektif dalam memberikan pinjaman besar dan memastikan adanya agunan yang kuat.Analisis risiko perlu lebih ketat, terutama dalam menghadapi perusahaan yang memiliki utang besar.

Pihak berwenang harus mengawasi lebih ketat proses pemberian kredit di bank daerah agar tidak ada intervensi politik atau praktik korupsi.

Sampai catatan ini  ini diturunkan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) belum memberikan komentar resmi terkait langkah yang akan diambil terhadap tiga bank daerah ini. Namun, investigasi lebih lanjut akan terus berlanjut untuk mengungkap apakah ada praktik bisnis yang tidak wajar dalam kasus ini.[01)

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

DITERBITKAN : PT Java Indo, AHU. 0109728.AH.01.11 Tahun 2020

Copyright © 2024 Sapujagad.net

To Top