Liputan :Agoes, WJI Brebes
BREBES, WJI.NETWORK—Polemik pengusulan Petugas Bimbingan Haji Daerah (TPHD) Kabupaten Brebes menguak pertanyaan serius tentang praktik pemerintahan yang adil dan transparan.
Klaim bahwa pengusulan TPHD adalah hak prerogatif Bupati menuai kritik keras dari masyarakat sipil, yang menilai bahwa seleksi semestinya berbasis kualifikasi, bukan semata preferensi politik.
Pengusulan calon Petugas Bimbingan Haji Daerah (TPHD) dari Kabupaten Brebes tahun 2025 memantik kritik dan perdebatan luas setelah muncul klaim bahwa proses itu sepenuhnya berada di tangan Bupati Brebes.
Plt. Kepala Bagian Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Kabupaten Brebes, Faiq N., saat ditemui di kantornya, Jumat (25/4/2025), menegaskan bahwa pengusulan TPHD memang merupakan kewenangan pimpinan daerah.
“Proses usulan diajukan oleh Bupati Brebes kepada Gubernur, lalu baru diseleksi oleh Kanwil Kemenag Provinsi Jawa Tengah,” jelas Faiq.
“Seleksi TPHD memang dilakukan oleh Kanwil Jateng, tetapi pengusulannya adalah kewenangan pimpinan daerah, dalam hal ini Bupati,” tambahnya dengan menekankan posisi pengusulan tersebut.
Dalam tahun ini, dari delapan orang yang diusulkan, tujuh berhasil lolos seleksi akhir di Kanwil Kemenag Jateng.
Komposisi TPHD tersebut meliputi tiga pembimbing ibadah, tiga petugas kesehatan, dan satu petugas pelayanan umum. Satu calon lainnya dinyatakan tidak lolos.
Namun, justru pada tahap pengusulan ini suara kritis bermunculan. Ketua LSM Lappas Brebes, H. Purwanto, secara tegas membantah konsep bahwa pengusulan TPHD adalah hak prerogatif penuh Bupati.
“Salah besar jika dikatakan pengusulan TPHD adalah hak prerogatif Bupati. Titik,” tandas Purwanto.
Ia mengingatkan bahwa TPHD adalah perangkat pelayanan publik yang harus berbasis persyaratan kompetensi, sebagaimana telah diatur dalam regulasi Kementerian Agama.
Menurutnya, membuka ruang bagi seluruh calon potensial sesuai kriteria formal jauh lebih penting ketimbang mengedepankan pengusulan tertutup berbasis pertimbangan personal atau politik.
“Siapa pun warga Brebes, sepanjang memenuhi persyaratan resmi, seharusnya memiliki peluang yang sama. Ini soal pelayanan publik, bukan soal siapa dekat dengan kekuasaan,” katanya.
Kritik tersebut menyinggung kekhawatiran klasik tentang potensi praktik patronase — pemilihan orang dekat — dalam pengisian jabatan pelayanan publik, yang dapat menggerus kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pemerintah.
Isu ini mempertegas pentingnya prinsip meritokrasi dalam birokrasi daerah: bahwa jabatan atau tugas publik harus diperoleh berdasarkan kemampuan, integritas, dan profesionalisme, bukan sekadar pengusulan dari pihak berwenang.
Refleksi dan Tuntutan Perbaikan
Kontroversi TPHD Brebes membuka perbincangan yang lebih luas tentang tata kelola pelayanan haji di tingkat daerah.
Di tengah meningkatnya tuntutan publik untuk transparansi dan akuntabilitas, berbagai pihak kini menuntut agar proses pengusulan TPHD dan jabatan publik serupa dibuka secara objektif, berbasis seleksi terbuka dan transparan, demi menjaga marwah pelayanan publik.
Dalam konteks ini, organisasi masyarakat sipil, media, dan warga negara diharapkan terus memainkan peran kontrol untuk memastikan bahwa pengabdian di sektor publik tidak lagi menjadi ladang kekuasaan sempit, melainkan benar-benar menjadi ruang pengabdian untuk umat. (01)
