Merayakan Semangat Perempuan yang Mencerdaskan Bangsa dari Sebuah Sekolah Dasar Pinggiran
KEDUNGJATI, WJI NETWORK – Pagi itu, halaman SDN-4 Padas di Desa Padas, Kedungjati, tak seperti biasanya. Warna-warni kebaya dan beskap membaur dengan keceriaan anak-anak yang berlari kecil, menyambut Hari Kartini dengan tawa dan semangat. Bukan hanya upacara yang digelar, tetapi juga sebuah perayaan nilai dan harapan—tentang masa depan, tentang pendidikan, tentang peran perempuan di garda terdepan.

Di tengah kerumunan itu, berdiri sosok sederhana namun penuh wibawa: Titik Mairini, S.Pd., SD, kepala sekolah yang memimpin peringatan Hari Kartini tahun ini. Dengan suara tenang namun penuh keyakinan, ia menyampaikan sebuah pesan yang lebih dari sekadar seremonial.
“Hari ini kita mengenang perjuangan Kartini, bukan hanya dengan pakaian adat, tapi dengan melanjutkan cita-citanya. Anak-anak ini, merekalah yang akan mengisi masa depan. Tugas kita adalah menjadikan mereka cerdas dan berani,” ucapnya dalam sambutan.
Mendidik untuk Perubahan
SDN 4 Padas Kedungjati, bukanlah sekolah besar. Jauh dari pusat kota, dengan keterbatasan fasilitas dan akses, namun kaya akan semangat para pendidik. Bagi Titik Mairini dan rekan-rekannya, menjadi guru di desa bukan berarti berada di tempat yang jauh dari makna. Justru di sinilah, semangat Kartini diuji dan dibuktikan.
Ia tak pernah mengeluh tentang kondisi sekolahnya. Justru dalam keterbatasan, ia menemukan panggilan Kartini: bahwa mendidik adalah bentuk perjuangan paling nyata.
“Kartini menulis untuk membuka mata bangsanya. Guru hari ini, menulis harapan lewat papan tulis,” ujar Titik sambil memandangi anak-anak yang sedang mengikuti lomba membaca puisi.
Peringatan yang Menghidupkan Nilai
Perayaan Hari Kartini di SD N 4 Padas bukan hanya tradisi tahunan. Ia menjadi ruang untuk menyalakan lagi api perjuangan, membumikan makna emansipasi ke dalam konteks yang paling nyata: pendidikan anak-anak desa.
Di akhir acara, para guru dan siswa berdiri bersama untuk menyanyikan lagu “Ibu Kita Kartini.” Di antara nada-nada itu, seakan terselip doa dan tekad: bahwa “Dari Padas, dari Kedungjati, Kartini masih hidup—dalam wajah para pendidik, dalam semangat anak-anak, dalam harapan untuk masa depan yang lebih terang. (01)
