Kolom

ANGIN SEGAR dari Senayan untuk MINYAK RAKYAT di Blora

Catatan: Kiem B@ngsar

Di tengah terik problem energi nasional yang kian mengering, angin segar tiba dari gedung parlemen. Ketua Komisi XII DPR RI, Bambang Patijaya, menyuarakan sesuatu yang sudah lama ditunggu-tunggu rakyat di daerah kaya migas seperti Blora: legalisasi dan penataan sumur minyak rakyat.

Bukan tanpa alasan. Produksi minyak nasional sudah turun selama tujuh tahun terakhir. Tapi di balik statistik muram itu, ada denyut yang tak pernah mati—ribuan sumur tradisional yang digali warga dengan modal, keringat, dan tekad.

Sayangnya, karena tak diakui hukum, mereka diperlakukan seperti pelanggar. Kini, lewat pernyataan resmi DPR RI, harapan itu mulai bernyawa.

“Penataan pengelolaan sumur ilegal masyarakat sangat penting untuk menyelamatkan aset negara dan meningkatkan lifting minyak,” ujar Bambang Patijaya dengan nada tegas.

Sebuah pernyataan yang bukan basa-basi politis, tapi bisa jadi titik balik arah kebijakan.
Blora termasuk wilayah yang paling terdampak oleh “abu-abu” hukum soal eksplorasi rakyat.

Sumur-sumur tua itu sering dianggap pengganggu, padahal jika dikelola baik, produksinya bisa mencapai 10.000 hingga 20.000 barel per hari—angka yang tidak kecil untuk ukuran sumber energi non-korporasi.

Tapi hingga kini, rakyat masih dihantui stigma ilegal.

Pertemuan antara Ketua Komisi XII DPR RI dengan tokoh Blora seperti Siswanto (Wakil Ketua DPRD dan Ketua ADKASI), Seno Margo Utomo (Komisaris BPE), dan Sri Endahwati (Ketua HIPMI) menyuarakan satu hal yang sama: legalisasi sumur rakyat adalah keadilan yang tertunda.

“Pemerintah daerah akan sangat diuntungkan, bukan hanya PAD yang naik, tapi juga harkat para penambang rakyat,” kata Siswanto, lugas dan jelas.

Pernyataan itu menggambarkan realitas yang selama ini tak terjamah regulasi: bahwa eksplorasi rakyat bukan kriminalitas, tapi bagian dari kemandirian energi daerah.

Lebih dari itu, wacana ini menunjukkan mulai tumbuhnya keberpihakan terhadap potensi lokal. Tak hanya dari pemerintah pusat, tapi juga dari BUMD dan pelaku usaha.

Seno, mewakili BPE, menyatakan kesiapan konkret untuk menjadi mitra strategis. Sri Endahwati dari HIPMI menekankan bahwa ini bukan hanya urusan energi, tapi juga tentang menciptakan iklim usaha yang sehat dan legal.

“Penataan dan optimalisasi SDA Migas adalah win-win solution untuk semua pihak,” tegas Endah.
Dari semua ini, terlihat satu sinyal kuat: Blora tidak boleh lagi sekadar jadi ladang eksploitasi.

Blora harus jadi pusat pemberdayaan. Dan minyak rakyat—yang dulu hanya disingkirkan atau disita—kini mulai dilihat sebagai kekayaan yang sah.

Jika DPR RI serius, jika pemerintah pusat tanggap, dan jika daerah siap menyambut, maka babak baru minyak rakyat akan lahir.

Bukan dari lobi-lobi korporasi, tapi dari sumur-sumur kecil yang ditimba dengan harapan besar. Dan barangkali, dari Blora, semangat energi berkeadilan itu bisa menyala untuk seluruh negeri. (01)

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

DITERBITKAN : PT Java Indo, AHU. 0109728.AH.01.11 Tahun 2020

Copyright © 2024 Sapujagad.net

To Top