Hambatan ini harus segera dituntaskan agar proses investasi dapat berjalan lancar.
BLORA, SAPUJAGAD.NET : Dibanding Kabupaten tetangga, Grobogan, Rembang dan Bojonegoro, Blora paling minim daerah yang menyerap investasi. Padahal, Kabupaten yang dipimpin oleh Arief Rohman, tidak ‘miskin-miskin’ betul akan potensi. Bahkan sebaliknya cukup kaya akan Sumber Daya Alam (SDA), potensi minyak dan gas.

Konon beberpa factor yang menjadi penyebab gagalnya investor masuk ke Kabupaten yang terkenal kulinernya satenya ada persoalan lahan (tanah) yang sering dipermainkan para mafia tanah.
Abdullah Aminudin, anggota Komisi B DPRD Jawa Tengah, dalam FGD (Forum Group Discution) dengan awak media di Blora baru-baru ini menyoroti bahwa pembebasan lahan menjadi kendala utama karena keterlibatan mafia tanah. Ia menegaskan bahwa masalah ini harus segera dituntaskan agar proses investasi dapat berjalan lancar.
Selain itu, politikus PKB di Gedung Berlian Jawa Tengah itu juga mengidentifikasi tiga faktor utama yang menyebabkan investor enggan masuk ke Blora pertama: Keterlibatan Mafia Tanah, praktik ilegal ini menghambat proses pembebasan lahan yang diperlukan untuk investasi.
Kedua : Birokrasi yang rumit, Prosedur perizinan yang berbelit-belit dan tidak efisien menurunkan minat investor.
Ketiga : Kurangnya Infrastruktur Penunjang, fasilitas dasar yang belum memadai menjadi pertimbangan negatif bagi investor potensial.
Aminudin menekankan pentingnya peran pemerintah daerah dalam menciptakan iklim investasi yang kondusif. Ia menyarankan agar pemerintah daerah proaktif dalam menyelesaikan permasalahan lahan, menyederhanakan proses perizinan, dan meningkatkan kualitas infrastruktur.
Dengan langkah-langkah tersebut, diharapkan Blora dapat menjadi tujuan investasi yang menarik dan berkontribusi pada peningkatan ekonomi serta pengurangan pengangguran di daerah tersebut.
Berantas Mafia Tanah
Sebagai anggota DPRD Jawa Tengah, Aminudin berkomitmen untuk mendorong kebijakan yang mendukung percepatan investasi di Blora. Ia mengajak semua pihak, termasuk masyarakat dan aparat penegak hukum, untuk bekerja sama memberantas praktik mafia tanah yang merugikan.
Dengan kolaborasi yang baik, diharapkan Blora dapat mengatasi hambatan investasi dan mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Hal lain yang juga bisa mengganggu investor masuk Blora adalah terkait besaran Upah Minimum Kabupaten (UMK) Blora.
Menurutnya, dalam pandangan para pengusaha atau investor, UMK Blora menjadi hambatan psikologis bagi para investor.
“Di mata pengusaha, UMK Blora itu besar, hanya beda sedikit dengan kabupaten-kabupaten lain, seperti Kudus. Tapi kan di mata pekerja UMK Blora itu tergolong kecil,” katanya.
Meskipun begitu, menurutnya persoalan UMK tersebut bisa diatasi. Seperti Dinas Tenaga Kerja bisa membuat regulasi khusus, dan investor diberi perlakuan khusus.
“Kalau persoalan UMK ini, masih bisa kita siasati, dari Dinas Tenaga Kerja mungkin bisa membuat regulasi khusus, kalau memang pengusaha yang mau investasi di Blora ini, membutuhkan perlakuan khusus selama masa proses sampai menuju pada investasinya berhasil dan menghasilkan di Blora,” jelas Aminudin. (Ferry/SW.01)
Editor : @bangsar25
