BUMDesma Blora Terancam Jadi ‘Tong Sampah’ Masalah Lama, Berpotensi Jadi Sarang Penyelewengan Baru

BLORA, SAPUJAGAD.NET Penahanan Eks Ketua UPK PNPM-MPd (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat-Mandiri Pedesaan ) Kecamatan Tunjungan, Blora berinisial K oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Blora pada awal Juli 2025 bukan sekadar penuntasan kasus korupsi dana bergulir PNPM-MPd.

Fakta ini justru membuka kotak pandora persoalan laten yang lebih besar: bagaimana nasib eks PNPM “raport merah” lain di Blora yang kini terlanjur dilebur menjadi Badan Usaha Milik Desa Bersama (BUMDesma)?

Penahanan K dilakukan setelah Tim Penyidik Pidana Khusus Kejari Blora menyerahkan tersangka dan barang bukti ke Jaksa Penuntut Umum pada Selasa, 1 Juli 2025 pukul 13.15 WIB. Berdasarkan Surat Perintah Penahanan (T-7) dari Kepala Kejaksaan Negeri Blora, tersangka K resmi dititipkan di Rutan Kelas IIB Blora untuk proses hukum lebih lanjut.

K diduga menyelewengkan dana bergulir PNPM yang dikelola UPK Tunjungan pada rentang tahun anggaran 2017-2021. “Ini bagian penegakan hukum kami untuk memastikan akuntabilitas pengelolaan dana publik,” tegas pihak Kejari Blora dalam pernyataan resminya.

Jadi Pemantik Bongkar Masalah Serupa

Kasus Tunjungan ini seharusnya tidak dilihat sebagai kasus tunggal. Sebab di Blora, terdapat total aset eks PNPM yang ditaksir mencapai Rp70 miliar tersebar di berbagai kecamatan, kini dialihkan ke dalam skema BUMDesma sesuai amanat Permendes PDTT Nomor 15 Tahun 2021.

Namun catatan kritisnya: tidak semua UPK eks PNPM layak menjadi embrio BUMDesma. Data internal Dinas PMD maupun laporan-laporan informal menunjukkan banyak UPK berada dalam kategori tidak sehat, mulai dari pembukuan yang kacau, piutang macet, hingga dugaan penyalahgunaan dana serupa kasus Tunjungan.

Ironisnya, hingga kini belum ada laporan terbuka dari Pemkab Blora atau Dinas PMD terkait kondisi kesehatan keuangan seluruh UPK yang sudah dilebur menjadi BUMDesma. Ini memicu pertanyaan mendasar: apakah eks PNPM yang rapuh malah sengaja disapu bersih lewat transformasi formal menjadi BUMDesma agar seolah masalah selesai?

Motor Ekonomi atau Siasat Menutupi Luka Lama?

Bupati Blora Arief Rohman memang menekankan bahwa transformasi UPK eks PNPM menjadi BUMDesma wajib dikawal serius. Bahkan saat rapat koordinasi transformasi di Saung Mekarsari Blora pada Juni 2022 lalu, Arief menggandeng Inspektorat dan Kejari. “Kami ingin transformasi ini sesuai aturan, tidak ada penyelewengan. Nantinya harus ada MoU Dinas PMD dengan Inspektorat dan Kejaksaan,” kata Arief kala itu.

Namun hingga hari ini, tidak terdengar kabar mengenai hasil audit menyeluruh atas BUMDesma di Blora. Padahal, potensi kerawanan besar mengintai karena banyaknya eks PNPM “raport merah” yang otomatis terkonversi menjadi BUMDesma tanpa proses bersih-bersih tuntas.

Akibatnya, publik justru khawatir bahwa BUMDesma hanya akan menjadi “rumah baru” bagi masalah lama: struktur pengelolaan lama tetap bercokol, pola pinjaman macet masih terbawa, transparansi nihil, sementara dana publik tetap terus digelontorkan.

Jadi Tumbal Kebijakan?

Kasus Tunjungan menunjukkan satu hal: transformasi tanpa screening dan penguatan tata kelola hanya akan menyeret pengurus-pengurus level bawah menjadi tumbal kebijakan. Mereka ditahan atas kesalahan pengelolaan dana publik, tetapi tidak dibarengi audit menyeluruh terhadap ekosistem yang cacat sejak awal.

Yang lebih berbahaya, dana Rp70 miliar eks PNPM yang kini “dipasrahkan” ke BUMDesma sesungguhnya milik rakyat kecil di desa, terutama keluarga miskin penerima manfaat awal. Jika kembali disalahgunakan, publik yang menanggung risiko sosial-ekonomi paling besar.

Berangkat dari kasus Tunjungan, penggiat antikorupsi lokal menuntut Pemkab Blora bersama Kejaksaan dan Inspektorat melakukan audit total seluruh BUMDesma hasil transformasi eks PNPM di Blora, mempublikasikan laporan kesehatan keuangan masing-masing kecamatan secara terbuka, dan menghentikan sementara ekspansi BUMDesma bermasalah.

Jangan sampai BUMDesma hanya jadi topeng administrasi untuk menutupi lubang korupsi PNPM yang dulu belum dituntaskan,” ujar seorang aktivis Blora yang meminta namanya dirahasiakan.

Jika Pemkab Blora serius ingin menjadikan BUMDesma motor ekonomi desa, maka harus dimulai dengan bersih-bersih data dan manajemen. Tanpa itu, BUMDesma hanya akan menjadi etalase baru untuk praktek lama, dengan potensi kerugian negara yang berulang—dan rakyat miskin desa tetap jadi korban akhirnya. (@bangsar25)

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *